Logo IBNU RUSYD

To acquire knowledge, one must study, but to acquire wisdom, one must observe.This theme is Bloggerized by elaziz - http://pondokmodernteknikibnurusyd.blogspot.com.

Our Campus

Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself.This theme is Bloggerized by Elaziz - http://pondokmodernteknikibnurusyd.blogspot.com.

the nation's next smile

A little knowledge that acts is worth infinitely more than much knowledge that is idle (Kahlil Gibran).This theme is Bloggerized by Elaziz - http://pondokmodernteknikibnurusyd.blogspot.com.

Karya anak bangsa

Ignorance is the curse of God, knowledge is the wing where with we fly to heaven (William Shakesphere).This theme is Bloggerized by Elaziz - http://pondokmodernteknikibnurusyd.blogspot.com.

Pewaris Bangsa

Do not let what you cannot do interfere with what you can do.This theme is Bloggerized by Elaziz - http://pondokmodernteknikibnurusyd.blogspot.com.

Rabu, 11 Januari 2012

MENEGUHKAN MISI KEMANUSIAAN ZAKAT

Dalam bukunya yang terkenal dan mengalami sampai lima kali cetak, DR. Alwi Syihab menuturkan tentang korelasi kuat antara institusi zakat dan upaya pengentasan kemiskinan (Islam Inklusif, Cet ke-5, Mizan, Bandung, 1999). Dia mengutip QS Al-Taubah 9 : 60, yang menentukan beberapa golongan masyarakat yang menjadi mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Dari penelusurannya akan ayat itu, disimpulkan bahwa sasaran zakat kepada para fakir-miskin dan tidak berkecukupan serta menanggung utang merupakan manifestasi dari social welfare (kesejahteraan sosial) dengan mengatur distribusi penghasilan dan kekayaan. Dengan berzakat menurutnya, hendak diwujudkan pemerataan penguasaan akan sumber daya ekonomi dan tidak terpusatkan pada sebagian kelompok tertentu saja.
Humanisme
Jika diselesik, institusi zakat merupakan responsibilitas Islam akan problem kemananusiaan universal. Secara individual seseorang akan dibersihkan (tutharrihum) dari sikap boros dan kikir, lebih dari itu untuk menata sistem ekonomi yang kuat (watuzakkiihim) agar terhindar dari sistem oligopoli dan monopoli (QS 9 : 103). Islam menurut Kontowijoyo, adalah agama yang memusatkan diri pada keimanan akan Allah SWT (theosentrik), namun mempunyai korelasi kuat dengan arus balik persoalan-persoalan sosial (humanisme) yang melingkupi masyarakat (Paradigma Islam : Interpretasi untuk Aksi, Mizan, Bandung, 1998).
Lanskip theosentrik-humanisme, menurutnya, telah menempatkan institusi zakat bukan semata motivasi ayat-ayat dalam al-Quran sebagai turunan dari kehendak-Nya, akan tetapi secara mendasar terkandung di dalamnya akan upaya pengentasan kemiskinan agar tercipta kehidupan yang layak dan berkeadilan. Ia bagaikan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan salah satu dari lainnya. Sehingga, bagi seorang muslim zakat merupakan donasi yang mempunyai nilai ritus dan sosial sekaligus.
Kesalehan Sosial
Seorang muslim yang mengkonsentrasikan dirinya hanya pada ibadah yang bersifat individual, sebenarnya tidak akan meraih status optima forma, yakni ketakwaan yang selalu diinformasikan sebagai prestasi bagi umat yang taat. Hal ini sebagaimana seringkali ditekankan oleh cendekiawan muslim DR. Nurcholish Madjid, yang menyitir surat al-Maun ayat 1-3 sebagai penolakan dari kesalehan individual yang tidak memperdulian akan misi kemanusiaan secara universal (30 Sajian Rohani, Mizan, Bandung, 1998).
Kesalehan sosial sangat klop dengan kampanye pengentasan kemiskian yang digembar-gemborkan di media cetak dan atau elektronik. Dengan kata lain, menurut bahasa Kontowijoyo, berzakat merupakan pembelaan akan kelas mustad’afin (tertindas). Progresifitas zakat terletak pada pembebasan kelompok masyarakat yang secara ekonomi, politik, sosial, dan kultural telah tertindas oleh kelompok dzalim (korup) yang diduga kuat sengaja atau tidak telah dan akan menciptakan ketimpangan penguasaan atas sumber daya ekonomi.
Dengan kesalehan sosial, sistem ekonomi yang diproyeksikan oleh institusi zakat adalah sistem yang sehat secara sosial dan menjauhkan dari penumpukan harta oleh sebagian kelompok tertentu. Sistem ekonomi yang timpang kerapkali menimbulkan kesenjangan ekonomi pada struktur kehidupan masyarakat. Di Indonesia, kecendrungan akan hal itu sering diistilahkan dengan “Kemisikinan Struktural”.
Pada kondisi ini, golongan ekonomi lemah seringkali sulit mengakses sumber daya ekonomi, meskipun mereka mempunyai kemampuan dan keinginan ke arah itu. Karena pada saat yang bersamaan sistem ekonomi yang tersedia, memaksa dirinya untuk terus menerus menjadi miskin !. Mereka sebagai entitas yang stagnan dan pasif  karena struktur kehidupan masyarakat yang berada dalam lingkungannya, tidak menyediakan ruang yang memadai bagi dirinya,
Pengentasan Sistemik
Kemiskinan dalam kondisi sedemikian mempunyai corak dan sifat yang kompleks. Para fakir-miskin dalam struktur sosial, terpaksa menjadi kemunitas yang lemah ketika berhadap-hadapan dengan kepentingan kelompok yang lebih kuat secara ekonomi dan politik. Tak pelak lagi, kecuali penyelesaian yang dilakukan dengan distribusi langsung sebagai bentuk charity, juga dengan pengentasan secara sistemik yang menyentuh akar persoalan dari sebuah kemiskinan. Kalau tidak, malah melestarikannya!.
Distribusi zakat pada sektor produktif, kelihatannya merupakan mekanisme yang efektif dalam menata kembali sistem ekonomi yang secara mendasar telah melahirkan ribuan rakyat miskin. Dengan demikian, akan menciptakan sistem ekonomi yang memberikan penguasaan akan sumber daya ekonomi pada perseorangan dan atau kelompok yang sehat dan berkeadilan.
Dalan setiap harta yang dimiliki terkandung di dalamnya bagian fakir-miskin. Jika tidak dibersihakan, akan membuatnya bathil dan disinyalir akan mendatangkan kerugian. Begitu juga, secara kasat mata struktur penguasaan akan sumber daya ekonomi menghasilkan kesetaraan peran pada sektor produksi dan distribusinya. Sehingga, secara imaniyah harta itu suci serta halal untuk dikonsumsi dan secara sosial ia memancarkan hubungan ekonomi yang sehat.
Zakat merupakan simbol dari fiscal policy sebagai sarana pertumbuhan ekonomi dan sekaligus menciptakan mekanisme yang bersifat built-in untuk tujuan pemerataan penghasilan dan kekayaan. Di samping itu ketentuan zakat berupa prosentase dari nishab dan bukan jumlah uang tertentu, juga menunjukkan betapa sistem ini tidak akan terpengaruhi oleh krisis ekonomi. Seperti halnya di Malaysia yang berhasil menjadikan dana zakat sebagai katup pengaman (savety valve) dari terpaan krisis ekonomi dan tidak bergantung pada bantuan dari IMF.
Egaliterianisme
Di tengah rakyat Indonesia yang masih terkungkung oleh “kemiskinan struktural”  maka penghilangan oligopoli dan monopoli akan ditengarai oleh institusi zakat. Pergerakan kelas yang hendak diemban dengan institusi zakat adalah membebaskan kelas lemah dari ketertindasan sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam maknanya yang luas. Karena institusi zakat tidak berhenti pada tataran normatif yang disinyalir akan melahirkan sikap sosial yang profan, akan tetapi pada tataran obyektif-empiris yang diproyeksikan untuk meraih egaliterianisme dalam setiap tindakan ekonomi.
Kesetaraan terhadap pemanfaatan harta yang dianugrahkan Tuhan, mendapat perhatian yang serius. Karena, ketimpangan tidak mencerminkan makna intrinsik (asal) dari harta dalam Islam yang mempunyai nilai ritual dan sosial. Jika, secara syariah keberadaan dan pemanfaatan harta diradang masalah dan tidak menanggung kesejahteraan sosial maka seorang muslim diwajibkan untuk tidak memanfaatkannya.
Perbedaanya dengan pergerakan kelas Marxisian, institusi zakat tidak menghendaki diktator proletariat dan merampas hak kaum berjuis untuk menciptakan kesetaraan dan memasung hak individu dalam upaya meraih keutamaan dalam aktifitas ekonomi. Institusi zakat mengemban pembebasan kelas yang berorientasikan pada kesehatan harta dan pengakuan atas prestasi setiap individu. Sehingga setiap orang boleh mengerahkan segala usahanya, asal saja mengakui urgensi pengentasan kemiskinan.
Sebagai penutup, dengan institusi zakat, ketimpangan penguasaan atas sumber daya ekonomi yang akan melahirkan kemiskinan akan direduksi secara bertahap. Namun, ia tidak bermaksud menciptakan pergerakan kelas yang mengancam kelas-kelas sosial lain yang lebih tinggi hak penguasaannya akan sumber daya ekonomi. Ia berangkat dari pembelaan kepentingan kelas mustad’afin dengan tetap menghormati usaha keras setiap individu dan atau kelempok masyarakat untuk mendapatkan keutamaan harta. Wa Aaalahu ‘alam bi al-shawab

PENDIDIKAN, UNTUK BERUBAH

Oleh : Edi Junaedi (Pusat Study Al-Qur'an)
"Ukuran kecerdasan manusia sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk berubah."  (Albert Einstein).
 
Ungkapan seorang ilmuan tersohor di atas yang sebenarnya melatari penulis merangkai kata dalam tulisan ini, apalagi bila dikaitkan dengan realitas yang memprihatinkan “wajah” pendidikan kita belakangan ini. Alih-alih mau melakukan perubahan sosial-ekonomi ke arah yang lebih baik, bangsa ini justru masih berkubang pada persoalan mencari bentuk sistem pendidikan yang terbaik bagi generasi penerusnya.
Ilmuwan
Kasus penerapan sistem UAN (Ujian Nasional) dengan standar minimal penilaian kelulusan adalah sebuah fenomena terakhir yang menjelaskan hal di atas, yang sampai detik ini masih terus diperdebatkan kelayakannya. Benarkah sistem ini mampu meningkatkan kualitas pelajar kita? Yang terjadi di lapangan justru kecurangan bahkan “pembodohan kolektif” dengan melakukan pembocoran (bukan lagi “kebocoran”, yang berkonotasi tak sengaja) jawaban dari soal-soal yang diujikan oleh (oknum) sekolah-sekolah tertentu demi untuk meningkatkan citra sekolahnya. Dan, penerapan sistem UAN ini merupakan satu dari sekian deret persoalan pendidikan kita, metode pembelajarannya itu sendiri, kasus kekerasan di sekolah, serta segudang persoalan pendidikan lainnya.
Pendidikan Komprehensif
Kebanyakan program pendidikan dewasan ini hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ). Kebijakan UAN sebenarnya salah satu di antaranya, di mana kelulusan seorang pelajar diukur dengan nilai rata-rata minimal 5,00 (Peraturan Mendiknas RI No. 45 Tahun 2006, Tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007). Padahal, unsur kepribadian manusia (anak didik) tidak hanya IQ, tetapi juga ada  kecerdasan hati (EQ).
Atas dasar itu, yang diperlukan juga sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, dan kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. (Ary Ginanjar Agustian, 2001).
Sejarah menunjukkan kepintaran seseorang dalam dunia akademis bukan penentu tunggal dalam kesuksesan hidup. Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan.
Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun karirnya mandek. Atau lebih buruk lagi, tersingkir akibat rendahnya kecerdasan  hati mereka. Ternyata, kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang sesudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang akan diraih.
Namun, dalam konsep ajaran agama, dua kecerdasan di atas ternyata belum dianggap cukup, karena masih ada kecerdasan lain yang dibutuhkan yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Yang terakhir ini diperlukan sebagai landasan yang diperlukan untuk memungsikan IQ dan EQ secara efektif, sehingga mampu menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita, demikian ditegaskan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall.
Menurut konsep ESQ Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual ialah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanîf), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”. (Ary Ginanjar Agustian, 2001).
Kalau Rhenald Kasali, Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia, memahami tujuan pendidikan adalah untuk memperbaiki cara berpikir seseorang, sekaligus membebaskan manusia dari berbagai belenggu mitos yang mengikatnya (Kompas, 19 Mei 2007), maka “cara berpikir” yang dimaksud dilatari atau hasil sinergi-harmonis ketiga kecerdasan di atas.
Dalam hukum genetika perilaku, unsur-unsur pembentuk kepribadian manusia tersimpan dalam bentuk sandi-sandi. Salah satu unsur penting dalam sandi itu adalah huruf O yang mengandung makna keterbukaan (Open mind atau Openness to experience). Dalam hal ini, Rhenald Kasali menglasifikasi dua jenis manusia pintar, yaitu: Pertama, orang-orang pintar yang dikenal sebagai wirausaha sukses yang berhasil membangun berbagai perusahaan besar dan penerima hadiah nobel diketahui memiliki unsur O amat tinggi. Mereka memiliki banyak minat, terbuka terhadap hal-hal baru, kritis, imajinatif, cenderung fleksibel, dan menyukai originalitas.
Kedua, kepintaran mereka berbeda karena tergolong orang-orang yang suka menghabiskan waktu sia-sia sejak di SD yang hanya mengejar nilai tinggi di sekolah. Mereka ini memang pintar, tetapi unsur O mereka bisa jadi amat rendah. Banyak ditemui orang-orang yang meski berpendidikan tinggi tapi cenderung reaktif, defensif, bahkan dogmatik. Meski tidak semua orang pintar bersikap demikian, orang-orang yang tertutup punya kecenderungan seperti ini.
Tipe kedua ini amat resisten dengan hal-hal berbau pembaruan. Bahkan, mereka ingin cepat menyerang, bukan memikirkan atau memeriksa segala hal yang bertentangan dengan pendapatnya atau ilmu yang dianutnya. Mereka tidak welcome terhadap fakta-fakta baru, bahkan cenderung menyangkalnya. Orang-orang seperti ini, meski track-record sekolahnya terbilang pandai dan kemampuan berteorinya tinggi, adalah orang-orang yang tertutup sehingga kurang adaptif. Tipe ini dalam kerangka “konsep kecerdasan IQ, EQ, dan SQ” hanya memiliki kecerdasan akal semata, kurang mendapatkan pengasahan kecerdasan hati, apalagi kecerdasan spiritual.
Kenyataan itu berbeda dengan orang-orang yang memiliki cara pandang yang terbuka (pintar tipe pertama). Orang-orang dengan sandi O yang tinggi ini terlihat demikian bergairah mengeksplorasi hal-hal baru dan cenderung kreatif. Mereka juga bukan pemarah yang mudah larut dimakan gosip, tetapi pemberani yang mewujudkan impian baru di masa depan.
Namun tidak cukup di sini, penulis membuat klasifikasi ketiga, yakni tipe orang yang bukan saja memiliki cara pandang terbuka, tetapi juga berprinsip ikhlas karena Allah dalam setiap perilaku dan kegiatannya. Pribadi yang kreatif, berbudi, dan berarti (anfa’uhum li an-nâs).
Sampai titik ini, kita perlu memikirkan kembali makna pembelajaran dalam pendidikan, yaitu apakah untuk membebaskan diri dari berbagai belenggu dengan cara lebih terbuka dan religius, atau hanya untuk memintarkan secara akademis. Tentu jauh lebih baik membebaskan mereka dari ketertutupan (buta mata, telinga, dan hati) daripada membesarkan orang-orang pintar, tetapi otaknya tertutup. Terpikir oleh penulis, jangan-jangan ini sebenarnya yang dikecam dalam al-Quran (surah al-A’râf [7]: 179) yang mestinya kita hindari,  yang sipiritnya relevan dengan petuah bijak Albert Einstein, seperti termaktub di awal tulisan ini.
Itulah makna pendidikan komprehensif, yang mengintegrasikan secara harmonis tiga kecerdasan sekaligus (IQ,EQ, & SQ), yang muaranya akan melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki keterbukaan dalam berpikir, berjiwa kreatif dan spiritual. Ini yang kita harapkan, sehingga mereka bisa memberikan perubahan (baca: perbaikan) terhadap dinamika sosial masyarakat ke arah yang lebih baik dan bermakna menuju ridha-Nya (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûrun). Amîn, insyâ Allâh.

Senin, 02 Januari 2012

Visi Misi

Visi:  

Mewujudkan Generasi Islam yang Bertaqwa, Berakhlaqul Karimah, Profisional dan Berwawasan Internasional.

Misi:
  1. Menyelenggarakan pendidikan berazazkan Al-quran dan As-sunah sehingga tercipta generasi berakhlakul karimah yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. 
  2. Mempersiapkan generasi Islam yang berkualitas, professional, sehat jasmani dan rohani menuju terbentuknya khairul ummah. 
  3. Mendidik generasi Islam yang berdedikasi tinggi, berpengetahuan luas, dan berpikiran cerdas.
  4. Mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum secara seimbang menuju terbentuknya kader ummat, berkepribadian Indonesia yang berwawasan Internasional

Minggu, 01 Januari 2012

FORMULIR PENDAFTARAN SANTRI BARU

Daftarkan sekolah Putra, Saudara Bapak/Ibu pada lembaga pendidikan yang berqualitas, kami PONDOK MODERN TEKNIK IBNU RUSYD menwarkan diri untuk ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa.
untuk formulir pendaftaran santri baru please clik